Tugas Sastra Bandingan
Laporan Bacaan buku
Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan
Karya Sapardi Djoko Damono
RIMA SELVANI
15017050
PRODI SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
KATA PENGANTAR
Membuat laporan bacaan ini
tidaklah semudah yang bayangkan. Penulis laporan bacaan harus membaca dan
memahami terlebih dahulu isi dari setiap bab yang ada pada buku yang akan
dijadikan laporan bacaan. Penulis juga harus mencari buku lain sebagai
pembanding agar buku tersebut dapat dikatakan baik atau tidaknya. Akhirnya,
berbekal kemampuan menulis yang hanya sedikit, penulis laporan mencoba untuk
menulis laporan bacaan tentang buku Pegangan Penelitian Sastra Bandingan.
Banyak kesulitan yang dihadapi penulis laporan dalam membuat laporan bacaan,
mulai memahami dan merangkai kata-kata yang pas agar pembaca laporan bacaan ini
tidak bingung dan malas mebaca laporan bacaan yang dibuat ini.
Secara khusus penulis laporan sampaikan ucapan terimakasih kepada
Dr. Yenni Hayati, M. HUM. sebagai dosen mata kuliah Sastra Bandingan yang telah
memberikan tugas membuat laporan bacaan ini, karena tugas yang diberikan ini
penulis laporan dapat belajar bagaimana caranya menulis laporan bacaan yang
baik dan benar, dan sedikit banyak juga mengetahui bagaimana cara menulis buku
yang baik. Tak lupa penulis laporan ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang
telah memberi banyak masukan dan banyak membantu dalam proses pengerjaan
pembuatan laporan bacaan ini.
Akhirnya, laporan ini dapat diselesaikan dan semoga apa yang
penulis laporan ini tulis dapat menjadi hal yang berguna bagi para pembaca dan
bermanfaat dikemudian harinya. Laporan ini juga dapat digunakan untuk menjadi
pedemon membuat laporan bacaan lainnya jika diperlukan.
Padang, Februari 2018
Rima Selvani
Daftar Isi
HALAMAN
JUDUL............................................................................1
KATA
PENGANTAR...........................................................................2
DAFTAR
ISI.........................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................4
ISI
BUKU.............................................................................................4
KOMENTAR
PENULIS.....................................................................11
PENUTUP...........................................................................................11
A. Pendahuluan
Identitas buku
1. Judul buku : Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan
2. Pengarang : Sapardi
Djoko Damono
3. Penerbit : Pusat
Bahasa
4.
Tahun terbit :
2005
5.
Cetakan :
Pertama
6.
Kota Terbit :
Jakarta
7. Penerbit :
Departemen Pendidikan Nasional
8.
Tebal buku :
121 halaman
9.
Garis besar isi buku :
Buku
Pegangan Penelitian Sastra Bandingan karya Sapardi Djoko Damono ini
menjelaskan tentang bagaimana sastra bandingan. Buku ini menjelaskan tentang
perkembangan sastra bandingan di Indonesia dan juga menjelaskan tentang
pekembangan sastra bandingan yang mulai berkembang di Eropa hingga sampai ke
Indonesia. Pada buku ini, yang dimaksudkan dengan sastra bukanlah lah hanya
sastra tertulis saja, melainkan juga sastra lisan. Buku ini mencakup tentang:
(1) pengertian dasar tentang sastra bandingan (2) perkembangan sastra bandingan,
(3) sastra asli, pinjaman, tradisi , (4) sastra terjemahan, (5) sastra
bandingan nusantara, (6) membandingkan dongeng (7) sera alih wahana.
B. Isi Buku
Kata
pengantar buku ini ditulis oleh Dendy Sugono pada tanggal 16 November 2005
sebagai Kepala Pusat Bahasa. Pada kata pengantar ini dijelaskan secara ringkas
mengenai bahasa dan sastra. Bukan hanya itu, dalam buku ini juga dijelaskan
tentang perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia yang mengalami perubahan. Buku
ini terdiri dari 12 bab yaitu: (1) Pendahuluan;
(2) Beberapa Pengertian Dasar;(3) Perkembangan Sastra Bandingan; (4)
Asli, Pinjaman, Tradisi; (5) Terjemahan; (6) Sastra Bandingan Nusantara; (7)
Membandingkan Dongeng; (8) Dalam Bayangan Tagore ; (9) Jejak Romantisme Dalam
Sastra; (10) Gatotkoco: Kasus Peminjaman dan Pemanfaatan; (11) Alih Wahana dan
(12) Penutup.
Bab Pertama atau Pendahuluan
Pada
bab ini, menjelaskan apa yang dimaksud dengan sastra. Sastra bukan hanya yang
tertulis, tetapi juga yang lisan meskipun pengertian “sastra lisan” perlu
ditanyakan ketepatannya, mengingat bahwa yang lisan itu mengenal “sastra” jika
dikaitkan dengan aksara. Keleluasaan pengertian ini pada gilirannya akan
membuka bidang yang kaya lagi, yang sangat sesuai dengan keadaan kita sebagai
bangsa yang memiliki budaya boleh dikatakan tak terbatas jumlahnya, yang
masing-masing memiliki kekhasan yang hany bisa dipahami lebih baik jika
dibanding-bandingkan. Karena setiap kebudayaan menghasilkan karya sastra. Maka
pendekatan sastra bandingan akan sangat bermanfaat tidak hanya untuk memahami
sastra tetapi juga untuk mengapresiasi kebudayaan yang telah menghasilkannya.
Bab Kedua atau Beberapa
Pengertian Dasar
Pada
bab ini, membahas tentang beberapa pengertian dasar dari sastra bandingan. Ada
beberapa pengertian sasrtra bandingan menurut para ahli yang dicantumkan pada
buku ini. Menurut Remak (dalam Damono, 2005:2), sastra bandingan adalah kajian
sastra di luar batas-batas sebuah negara dan kajian hubungan di antara sastra
dengan bidang ilmu serta kepercayaan yang lain seperti seni (misalnya, seni
lukis, seni ukir, seni bina, dan seni musik), filsafat, sejarah, dan sains
sosial (misalnya politik ekonomi, sosiologi), sain, agama, dan lain-lain.
Sedangkan, menurut Nada (dalam Damono. 2005: 3),
sastra bandingan adalah suatu studi atau kajian sastra suatu bangsa yang
mempunyai kaitan kesejarahan dengan sastra lain, bagaimana terjalin proses
saling mempengaruhi antara sastra satu dengan lainnya, apa yang telah diambil
suatu sastra, dan ada pula yang telah disumbangkannya.
Menurut
Clements (dalam Damono 2005: 7) terdapat lima pendekatan dalam penelitian
sastra bandingan, yaitu : (1) tema atau mitos, (2) genre atau bentuk,
(3) gerakan atau zaman, (4) hubungan-hubungan antara sastra dan bidang seni dan
disiplin ilmu lain, dan (5) pelibatan sastra sebagai bahan bagi perkembangan
teori yang terus-menerus bergulir. Berbeda dengan Clements, Jost (dalam Damono
2005: 9) membagi pendekatan dalam sastra bandingan menjadi empat bagian, yakni:
(1) pengaruh dan analogi, (2) gerakan dan kecenderungan, (3)genre dan
bentuk, dan (4) motif, tipe, dan tema.
Bab Ketiga atau Perkembangan
Sastra Bandingan
Bab
tiga ini mebahas tentang perkembangan sastra bandingan. Sastra bandingan
awalnya berasal dan dikembangkan di Eropa, namun bersumberkan pada mitologi
Yunani dan kitab suci umat Kristiani menganai Perjanjian Baru dan Injil. Untuk
memadatkan karyanya, sastrawan Eropa menggunakan kebudayaan dan mitologi
Yunani. Pada saat itu digunakan tokoh-tokoh mitologi seperti Apollo, Venus, dan
Dionysius. Bahasa yang terdapat di Eropa yang mirip menghasilkan kesusastraan
yang berbeda hingga menimbulkan karya sastra dengan kebudayaan yang berbeda.
Pada
abad ke-19 dan -20 lahirnya ilmu sastra bandingan, yang memiliki prosedur
tersendiri. Pencetusnya yaitu Sainte-Beuve. Di abad ke-20, pengukuhan ilmu
sastra bandingan terjadi ketika jurnal Revue de Litterature Comparee diterbitkan
pertama kali pada tahun 1921. Baru pada abad ke ke-19 para peminat sastra di
Eropa Tertarik untuk membicarakan sastra bandingan. Meskipun demikian, hal itu
sama sekali tidak ada kaitanya dengan kenytaan bahwa sebelumnya kegiatan sastra
sama sekali tergantung kepada apa pun yang terjadi di Prancis dan Inggris.
Bab Keempat atau Asli, Pinjam,
Tradisi
Pada
bab empat ini membahas tentang asli, pinjaman, dan tradisi dalam karya sastra.
Asli, pinjaman dan tradisi hampir sama kaitannya dengan suatu barang atau
produk, pada zaman seperti sekaran gini hampir tidak mungkin kita dengan budaya
yang sepenuhnya asli. Zaman sekarang, produk asli sangat sulit ditemukan,
karena banyaknya terjadi peniruan produk-produk sebelumnya.. Contoh karya
sastra yang termasuk pinjaman atau meminjam adalah cerita Romeo dan Juliet
dengan Roro mendut dan Pranacitra. Pada zamannya, kisa cinta yang tak
kesampaian ini sempat populer dikalangan rakyat. Kemudian kisah yang berasal
dara tradisi lisan itu diangkat dalam novel. Kisah yang mula-mula berasal dari
tradisi lisan itu diterima dan diolah sedemikian rupa sehingga memiliki makna
yang baru. Peminjaman kisah lama itu merupakan upaya untuk mengungkapkan dan
memecahkan berbagai masalah masa kini yang menyangkut dan memecahkan pribadi
maupun sosial. Perkembangan sastra modern menunjukkan adanya proses saling
mencuri atau saling meminjam tersebut
Bab kelima atau Terjemahan
Sebelum
melakukan peminjaman suatu karya sastra, terlebih dahulu dilakukan terjemahan.
Chairil Anwar bisa adalah salah satu contoh sastrawan Indonesia yang melakukan
terjemahan terhadap karya sastra yang ditulis oleh sastrawan luar, dan bahkan
terkadang bisa disebut “mengambil” lalu menghasilkan kesusastraan yang baru di
Indonesia. Contoh karya yang diterjemahkan oleh Chairil Anwar adalah sebagai
berikut :
Heart of the heartless world,
Dear heart, the thought of you
Is the pain at my side
The shadow that chills my view (John
Conford—Poem)
Berikut terjemahan dari Chairil Anwar yang
berjudul Huesca.
Jiwa di dunia yang hilang jiwa
Jiwa sayang, kenangan padamu
Adalah derita di sisiku
Bayangan yang bisa bikin tinjauan beku.
Bab Keenam atau Sastra Bandingan Nusantara
Pada bab keenam atau sastra bandingan nusantara ini membahas studi sastra
bandingan yang ada di nusantara atau Indonesia. Damono menjelaskan tentang
objek yang bisa dikaji dalam studi sastra bandingan di Indonesia. Ia mengatakan
bahwa Indonesia merupakan salah satu negeri yang kaya sebagai sumber bagi
penelitian sastra bandingan. Di Indonesia, ratusan bahasa sebagai kristalisasi
nilai-nilai serta norma, dan ratusan kebudayaan etnik yang menghasilkan
kesenian, bahkan telah mencapai bentuk tulis maupun cetak. Indonesia memiliki
kekayaan bahasa yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat yang majemuk,
meskipun tidak semuanya memiliki aksara. Namun, menurut Damono berbagai jenis
tradisi lisan yang berkembang pun merupakan bahasa yang tidak akan habis-habisnya
dikaji dalam rangka kegiatan penelitian sastra bandingan.
Damono juga menjelaskan bahawa sastra, sebagai bagian dari kebudayaan,
ditentukan antara lain oleh geografi dan sumber daya alam, yang membentuk
masyarakat serta menentukan tata nilai. Dulu, nenek moyang kita menciptakan
berbagai sastra lisan, seperti dongeng, legenda, dan puisi lisan yang
mengandung tata nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat yang berbeda
geografisnya. Damono mengutip pernyataan A. Ikram (1990) berdasarkan konsep
oleh Clementes (1978), yang menawarkan studi perbandingan didasarkan pada karya
sastra yang berkembang di nusantara, yakni (a) genre dan bentuk, (b)
periode, aliran, dan pengaruh, serta, (c) tema dan mitos. Di Indonesia ada
beberapa genre yang berkembangan serta bisa dijumpai dimana pun, salah
satunya yaitu genre wiracarita yang berbentuk syair kidung, kakawin,
hikayat, berbagai jenis teater rakyat, dan penglipur lara.
Tidak hanya itu, Damono juga kembali mengutip pendapat Ikram (1990), yang
mengatakan bahwa dalam sastra tradisonal, sastra didaktik hadir beragam bentuk
seperti syair, hikayat, cerita berbingkai, kidung, sastra tanya-jawab, cerita
binatang, yang fungsinya sebagai wahana memberi nasihat.
Bab Ketujuh atau Membandingkan Dongeng
Pada bab ini membandingkan antara dongeng satu
dengan yang lainnya yang berasal dari berbagai negara dengan cerita atau kisah
yang hampir mirip. Penelitian ini tidak hanya mengungkapkan keaslian dan
pengaruhnya terhadap yang lain, tetapi lebih kaitan-kaitan antara perbedaan dan
persamaan yang ada dan watak suatu masyarakat. Dongeng mencakup segala jenis
kisah yang dalam pengertian Barat dipilah-pilah menjadi mitos, legenda, dan
fabel. Contoh untuk menunjukkan pendekatan perbandingan mitos dalam dongeng adalah
kisah Oedipus di Yunani Kuno yang telah berkembang selama ribuan tahun di masa
lampau. Tetapi, di dalam akhir cerita kisah Oedipus ini terdapat berbagai versi
yang berbeda, baik versi Homerus maupun versi Sophocles. Perbedaan versi inilah
yang nantinya digunakan dalam membandingan dongeng
Salah satu kisah di Indonesia yang bisa dikatakan
kisah yang mendapat pengaruh dari kisah Oedipus adalah kisah Sangkuriang yang
berasal dari Priangan-kebudayaan Sunda, atau kisah Prabu Watu Gunung, dalam
kitab Babad Tanah Jawi, yang dikenal sebagai kebudayaan Jawa
Klasik. Tradisi lisan tentang kisah Sangkuriang ini disesuaikan dengan kondisi
geografis asal-muasal cerita itu, dan dikaitkan dengan Gunung Tangkubanperahu.
Bab Kedelapan atau Dalam Bayangan Tagore
Pada bab ini membahasa tentang tokoh sastrawan yaitu Rabindranath Tagore,
seorang sastrawan Asia pertama yang menerima Hadiah Nobel bidang kesusastraan,
tahun 1913, setahun setelah puisinya dalam versi Inggris yang berjudul
Gitanjali diterbitkan. Ia berasal dari India, karya sastranya dikenal luas
di kalangan sastrawan. Sejumlah karyanya diterjemahkan dalam bahasa asing,
Melayu, Jawa, dan bahasa Indonesia. Ia bahkan menjadi panutan dalam banyak hal
bagi para penyair muda pada majalah Pujangga Baru 1930-an. Namun, lambat-laun
penyair-penyair India tidak mengacu lagi padanya, Tagore tidak ada lagi dalam
puisi mereka. Puisi Tagore bergema semangat India Purba atau dalam puisinya
mengembangkan kabut mistisme. Salah seorang penyair Inggris William
Buttler Yast menyatakan bahwa dalam puisi Tagore perempuan sudah kehilangan
arti badaniahnya, kehilangan arti sebagai perempuan yang nyata.
Hubungannya dengan sastra Indonesia, puisi Tagore telah diterjemahkan
yang diberi judul Tukang Kebun. Keberadaan Tagore dalam sastra
Indonesia dianggap terlalu tua. Namun, Damono di dalam buku ini tidak
membenarkan hal tersebut. Bahkan, puisi Tagore Gitanjali memberikan
pengaruh besar minatnya dalam menekuni kesusastraan ketika remaja, karena
Damono juga mengagumi beberapa karya besar dari Eropa, Cina dan Jepang,
yang karya tersebut sudah ada ratusan tahun sebelum Tagore muncul.
Berdasarkan gambaran ringkas itu, dapat diambil kesimpulan bahwa studi
mengenai seorang tokoh dalam penelitian sastra bandingan, mampu menghasilkan
berbagai jenis tinjauan, baik mengenai jejak, kritik, penerimaan, maupun
masalah penerjemahan karya-karya sastra yang dihasilkan. Tagore hanyalah suatu
contoh, tokoh-tokoh lain akan menunjukkan bahwa sastra kita merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sastra dunia. Bahkan karya sastra
itu bisa dipahami lebih baik jika disandingkan dengan karya-karya sastra
bangsa-bangsa lain.
Bab kesembilan atau Jejak Romantisisme dalam Sastra Indonesia
Pada bab ini akan membicarakan tentang perkembangan dan perluasan mahzab,
yaitu romantisisme di Indonesai sebelum kemerdekaan. Sastra bandingan
menjanjikan pendekatan yang memadai untuk mengungkapkan berbagai hal yang
berkaitan dengan gaya penulisan dan pemikiran yang menumbuhkannya. Sajak J.E.
Tatengkeng berjudul Berikan Aku Belukar, dan sajak Sanusi Pane Mencari,
merupakan bukti karya kreatif yang menunjukkan ciri serta semangat yang
mirip satu sama lain, bisa dikelompokkan menjadi sebuah gerakan atau kesadaran,
di dunia Barat disebut romantisisme. Gerakan romantik di Barat merambat dari
satu negeri ke negeri lainnya. Gerakan romantisisme itu menyebar ke seluruh
Eropa bahkan ke seluruh dunia. Sebenarnya di negeri luar Eropa juga terdapat
ciri-ciri Romantisisme yang hadir dalam bentuk tradisi lisan maupun dalam
kitab-kitab klasik dalam berbagai bahasa yang tersebar di seluruh Asia.
Ciri-cirinya romantisisme yaitu, penekanan pada
pembebasan individu dari sikap sosial, politik yang konvensional dan mengekang.
Damono menjelaskan, bahwa pengarang romantik umumnya menaruh minat terhadap
kebudayaan abad pertengahan, yang cenderung percaya kepada iman, bertentangan
dengan zaman pencerahan dan juga logika. Romantisisme lebih berurusan ke emosi
daripada rasionalitas, lebih menghargai individu daripada masyarakat, lebih
menghargai alam daripada budaya. Sehingga, tatanan, konvensi, dan protokol sosial
dianggap sebagai kekangan terhadap kebebasan individu, kadang emosi sering
disampaikan secara berlebihan. Damono mengutip kata-kata William Wordsworth,
seorang tokoh utama gerakan romantik dalam perkembangan puisi Inggris, spontaneous
overflow of powerful feeling, yang artinya “luapan spontan dari perasaan
yang menggebu-gebu.”
Di Indonesia jejak romantisme terlihat ketika
negeri ini berada dalam situasi pergolakan politik, yang dilandasi oleh rasa
kebangsaan pada diri kalangan kaum muda. Jika di Eropa nasionalisme muncul pada
saat yang bersamaan dengan rangkaian keributan politik dan kesadaran seniman
tentang pentingnya kesenian rakyat. Di Hindia Belanda nasionalisme mulai
berkembang di awal abad ke-20 dan puncaknya pada Sumpah Pemuda 1928. Para
penyair secara sadar menulis sajak-sajak tentang makna kebangkitan bangsa,
dengan cara mengungkapkan rasa kebangsaan berapi-api. Contohnya sajak Fantasi
oleh Ipih, Bangunlah, O Pemuda oleh Hasjmy, dan drama Bebasi oleh
Rustam Effendi.
Bab kesepuluh atau Gatoloco:
Kasus Peminjaman dan Pemanfaatan
Dalam
kesusatraan modern, cenderung meminjam dan memanfaatkan segala sesuatu yang
bersumber pada khasanah tradisi dan kitab klasik sangat kuat. Sajak Goenawan
Muhammad yang berjudul Gatoloco, sama judulnya dengan kitab suluk.
Perbedaannya bisa dilihat dari penulisan kata Kau yang bisa diartikan
dengah Tuhan, sedangkan kau merupakan manusia biasa, begitu juga dengan
kata Aku. Atas dasar itu sajak tersebut dikaitkan hubungan manusia
dengan Tuhan, sehingga menjadi tema penting dalam berbagai jenis kesusastraan
dalam berbagai kebudayaan. Damono mengungkapkan, ada lima jenis hubungan yang
menjadi masalah utama manusia; hubungannya dengan Sang Pencipta, alam,
masyarakat, manusia lain, dan dirinya sendiri. Hal yang paling rumit ialah yang
dikatakan pertama diantaranya, yang sering menjadi teka-teki dan tak pernah ada
jawaban. Contohnya, tertera dalam ungkapan sajak Goenawan Muhammad;
Oke.
Kini aku mencoba mengerti. Ternyata Kau tetap
Ingin
mengekalkan teka-teki dan mengelak dari setiap ujung
Argumentasi. Tapi mengapa Kau tetap di sini?
Bab kesebelas atau Alih Wahana
Alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian
lain. Karya sastra selain dapat diterjemahkan, juga bisa dialihwahankan menjadi
jenis kesenian lain. Cerita rekaan bisa diubah menjadi tari, drama, atau film;
sedangkan puisi bisa lahir dari lukisan atau lagu. Sebaliknya bisa juga terjadi
novel ditulis berdasarkan film atau drama. Membandingkan benda budaya yang
beralih wahana itu merupakan kegiatan yang sah dan bermanfaat bagi pemahaman
yang lebih dalam mengenai hakikat sastra.
Pada tahun 1950-an, di sudut alun-alun kota Solo,
tokoh Romeo dan Juliet bisa masuk dan dimainkan masuk dalam lakon
ketoprak. Kasus seperti ini dalam penelitian sastra bandingan, pertama kali
yang perlu diuraikan adalah bahwa lakon Shakespeare itu telah menyeberang
bagitu jauh, baik waktu dan tempat. Ia pun diterima oleh masyarakat banyak
dalam perjalanan yang selama ratusan tahun. Kisah-kisah seperti cerita Romeo-Juliet
ini pun telah dihadirkan kembali dalam bentuk cerita novel, terus diubah
menjadi skenario sampai menjadi sebuah film. Sebenarnya, antara karya sastra
dan film didasarkan sejumlah unsur strukturnya. Misalnya tokoh, latar, alur,
dialog, dan sebagainya, harus diubah sedemikian rupa sesuai dengan keperluan
jenis kesenian lain, untuk bisa dinikmati.
Bab Kedua Belas atau Penutup
Pada
bab penutup ini Damono menguraikan secara ringkas langkah-langkah dalam
melaknasanakan penelitian sastra bandingan. Sesuai prinsip-prinsip Clements,
yang mengatakan bahwa setidaknya ada lima pendekatan yang dilakukan untuk
melakukan penelitian sastra bandingan, yakni tema/mitos, genre/bentuk,
gerakan/zaman, hubungan-hubungan antara sastra dan bidang seni atau disiplin
ilmu lainnya.
C. KOMENTAR PENULIS LAPORAN
Buku Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan
tentang kajian sastra bandingan dengan baik. Buku ini menjelaskan hampir Pengangan
Penelitian Sastra Bandingan sebagai pedomannya menulis buku semua
pengetahuan tentang sastra bandingan. Buku yang menjadi pembanding adalah buku yang berjudul Sastra Bandingan yang ditulis oleh
Sapardi Djoko Damono, yang terbit pada tahun 2009. Pada umumnya, kedua buku ini
memiliki persamaan terlebih lagi kedua buku ini ditulis oleh orang yang sama.
Jika kita lihat dari tahun terbitnya, bisa kita simpulkan bahwa buku Pegangan Penelitian Sastra Bandingan
merupakan buku yang pertama terbit. Sementara itu buku yang bejudul Sastra Bandingan bisa dikategorikan
sebagai perbaikan dari buku Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan. Bisa dikatakan Buku Sastra Bandingan
karya Sapardi Djoko Damono adalah penyempurna buku Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan, karena buku Sastra Bandingan memberi
gambaran cukup jelas tentang kajian sastra bandingan dibandingkan dengan buku
Pegangan Penelitian Sastra Bandingan.
PENUTUP
Setelah membandingkan kedua buku tersebut penulis menyimpulkan
bahwa masing-masing buku memiliki kekurangan dan kelebihan, walaupun ditulis
oleh penulis yang sama. Buku ini sangat menarik untuk di baca dan dipelajari.
Dari beberapa argument Sapardi dalam menjelaskan sastra bandingan ini
terlihat unik dan berbeda dengan teori lainnya. Manffat yang kita dapatkan
dengan membaca buku ini adalah kita dapat menambah pengetahuan mengenai sastra
bandingan. Bidang ilmu sastra tidak hanya berhubungan dengan karya sastra saja,
namun juga bisa dihubungkan dengan berbagai bidang ilmu lainnya.
Daftar Pustaka
Damono, Djoko Sapardi. 2005. Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
Damono, Djoko Sapardi.
2009. Sastra Bandingan.
Jakarta: Editum.
Comments
Post a Comment